1. Hadits Persaudaraan Muslim
عنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله
عليه وسلم : لاَ تَحَاسَدُوا
وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ
تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ
عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوا
عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً. الْمُسْلِمُ
أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ
يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ
يَحْقِرُهُ. التَّقْوَى هَهُنَا –وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ
مَرَّاتٍ – بِحَسَبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ
أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ
الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ
دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ .[رواه مسلم]
Terjemah hadits / ترجمة
الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah
shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian saling dengki, saling
menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian
menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba
Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya,
(dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak
menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali).
Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang
muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya dan
kehormatannya.” (Riwayat Muslim)
Kenapa hadis ini ditekankan ? Masalah penyakit hati yang sangat berbahaya
þ Larangan untuk
saling dengki. Dengki di sini bermaksud menginginkan agar nikmat atau kelebihan
atau kebolehan atau keistimewaan yang ada pada orang lain di alihkan kepadanya
atau terhapus.
þ Larangan untuk
berbuat keji dan menipu dalam urusan jual beli.
þ Diharamkan untuk
memutuskan hubungan terhadap muslim. Sebaliknya harus dijaga persaudaraan dan
hak-haknya kerana Allah ta’ala.
þ Islam bukan hanya
aqidah dan ibadah saja, tetapi juga di dalamnya terdapat urusan akhlak dan
muamalah.
þ Hati merupakan
sumber rasa takut kepada Allah ta’ala.
þ Taqwa merupakan
barometer keutamaan dan timbangan seseorang.
þ Islam memerangi
semua akhlak tercela kerana hal tersebut berpengaruh negatif dalam masyarakat
Islam.
þ Islam bukanlah
sekadar lantunan kata-kata, tetapi ia mencakupi akhlak yang merupakan
nilai-nilai luhur dalam bentuk perbuatan yang lahir daripada keimanan yakni
orang yang bersih hatinya.
Berbuat
baik kepada tetangga adalah berbuat baik menurut kemampuannya, apabila ia
meminjam sesuatu kepadamu, berikanlah pinjaman itu, jika minta pertolongan,
tolonglah ia jika butuh sesuatu, berikanlah ia,jika ia sakit tengoklah dia, jika
keluarganya ada yang meninggal, bertakzialah, jika ia berbahagia ikutilah
berbahagia dan ucapkan selamat. Jadilah engkau orang yang dapat dipercaya
terhadap rahasia-rahasianya, suka memberi hadiah, jagalah kemaslahatannya
sebagaimana engkau menjaga kemaslahatanmu. Selain itu, diharuskan pula menjaga
mereka dari ancaraman gangguan dan bahaya. Dan dalam hadist lain riwayat Ibnu
Majah dari Siti Aisyah disebutkan:
Artinya:
“Malaikat Jibril senantiasa memberi wasiat kepadaku (untuk menjaga) tetangga
sehingga aku menyangka bahwa tetangga akan dapat warisan (dapat diwarisi).
Dalam Al-Qur’an juga
banyak ayat-ayat yang membahas agar berbuat baik kepada tetangga.
Artinya:
“Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua ibu bapak, karib kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh,
teman-teman sejaewat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu, sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga- banggakan diri.
Memuliakan
tetangga, berbuat baik kepada tetangga dan jangan menyakiti tetangga, semua itu
kembali kepada urutan haq-haq tetangga. Aisyah bertanya: “Wahai Rasullulah!
Sesungguhnya saya mempunyai dua tetangga, kepada yang mana aku memberikan satu
hadiah ini? Nabi SAW menjawab : Berikan pada tetangga yang lebih dekat pintu
rumahnya dengamu. Disebut tetangga
adalah yang berdekatan rumah, atau yang jauh dari rumah, muslim atau kafir,
ahli ibadah atau ahli yang melakukan dosa, teman atau musuh. Maka tetangga
muslim yang beribadah dan teman lebih utama daripada tetangga lainnya dan lebih
didahulukan dari pada tetangga lainnya.
1. Keutamaan
Silaturrahim
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي
الله عنه قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه
وسلم : مَنْ أََحَبَّ أَنْ
يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ
يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ (أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ).
Dari Abi Hurairah ra. Ia berkata : bersabda rasulullah saw.
: “ Barang siapa yang ingin di luaskan rizqinya dan di panjangkan umurnya maka
hendaknya ia menyambung silaturahmi”. ( H.R Bukhari)
Hadits ini memberikan salah satu gambaran tentang keutamaan
silaturahmi. Yaitu dipanjangkan umur pelakunya dan dilapangkan rizkinya.
Adapun penundaan ajal atau perpanjangan umur, terdapat satu
permasalahan; yaitu bagaimana mungkin ajal diakhirkan? Bukankah ajal telah
ditetapkan dan tidak dapat bertambah dan berkurang sebagaimana firmanNya:
.وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا
جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ
Artinya: “Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak
dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”
(QS Al A’raf: 34).
Jawaban para ulama tentang masalah ini sangatlah banyak. Di
antaranya,
Pertama, Yang dimaksud dengan tambahan di sini, yaitu
tambahan berkah dalam umur. Kemudahan melakukan ketaatan dan menyibukkan diri
dengan hal yang bermanfaat baginya di akhirat, serta terjaga dari kesia-siaan.
Kedua, Berkaitan dengan ilmu yang ada pada malaikat yang
terdapat di Lauh Mahfudz dan semisalnya. Umpama usia si fulan tertulis dalam
Lauh Mahfuzh berumur 60 tahun. Akan tetapi jika dia menyambung silaturahim,
maka akan mendapatkan tambahan 40 tahun, dan Allah telah mengetahui apa yang
akan terjadi padanya (apakah ia akan menyambung silaturahim ataukah tidak).
Demikian ini ditinjau dari ilmu Allah. Apa yang telah
ditakdirkan, maka tidak akan ada tambahannya. Bahkan tambahan tersebut adalah
mustahil. Sedangkan ditinjau dari ilmu makhluk, maka akan tergambar adanya
perpanjangan (usia).
Ketiga, Yang dimaksud, bahwa namanya tetap diingat dan
dipuji. Sehingga seolah-olah ia tidak pernah mati. Demikianlah yang diceritakan
oleh Al Qadli, dan riwayat ini dha’if (lemah) atau bathil. Wallahu a’lam.
[Shahih Muslim dengan Syarah Nawawi, bab Shilaturrahim Wa Tahrimu Qathi’atiha
(16/114)]:
Keutamaan
silaturahmi yang lainnya, dijelaskan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
dalam banyak hadits. Diantaranya ialah :
Pertama, Silaturahmi merupakan salah satu tanda dan
kewajiban iman. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
dalam hadits Abu Hurairh, beliau bersabda, dipanjangkan umur dan dilapangkan
rizkinya oleh allah
Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, hendaklah bersilaturahmi.” (Mutafaqun ‘alaihi).
Kedua, Mendapatkan rahmat dan kebaikan dari Allah Ta’ala .
Sebagaimana sabda beliau Shallallahu’alaihi Wasallam ,
Artinya: “Allah menciptakan makhlukNya, ketika selesai
menyempurnakannya, bangkitlah rahim dan berkata,”Ini tempat orang yang
berlindung kepada Engkau dari pemutus rahim.” Allah menjawab, “Tidakkah engkau
ridha, Aku sambung orang yang menyambungmu dan memutus orang yang memutusmu?”
Dia menjawab,“Ya, wahai Rabb.”” (Mutafaqun ‘alaihi).
Ibnu Abi Jamrah berkata,“Kata ‘Allah menyambung’, adalah
ungkapan dari besarnya karunia kebaikan dari Allah kepadanya.”
Sedangkan Imam Nawawi menyampaikan perkataan ulama dalam
uraian beliau,“Para ulama berkata, ‘hakikat shilah adalah kasih-sayang dan
rahmat. Sehingga, makna kata ‘Allah menyambung’ adalah ungkapan dari
kasih-sayang dan rahmat Allah.” [Lihat syarah beliau atas Shahih Muslim
16/328-329]
Ketiga, Silaturahmi adalah salah satu sebab penting masuk
syurga dan dijauhkan dari api neraka. Sebagaimana sabda beliau
Shallallahu’alaihi Wasallam,
Artinya: “Dari Abu Ayub Al Anshari, beliau berkata, seorang
berkata,”Wahai Rasulullah, beritahulah saya satu amalan yang dapat memasukkan
saya ke dalam syurga.” Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab,“Menyembah
Allah dan tidak menyekutukanNya, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan
bersilaturahmi.”” (Diriwayatkan oleh Jama’ah).
2. Larangan
Memutuskan Silaturahmi.
Sudah menjadi sunnatullah bahwa hubungan sesame manusia
tidaklah selamanya baik, ada problem dan pertentangan. Hidup adalah perjuangan,
tantangan, pengorbanan, dan sekaligus perlombaan anatar sesama manusia. Tidak
heran kalau terjadi gesekan antar sesama dan tidak mungkin dapat
dihindarkan.
Namun
demikian, gesekan atau permusuhan tersebut jangan sampai diperpanjang hingga
melebihi tiga hari yanag ditandai dengan tidak saling menegur sapa dan saling
manjauhi. Hal ini tidak dibenarkan dalam ajaran Islam.
Memang
benar setiap manusia memiliki ego dan gengsi sehingga hal ini sering
mengalahkan akal sehat akan tetapi untuk apa mempertahankan gengsi bila hanya
menyebabkan pelanggaran aturan agama dalam berhubungan dengan sesama.
Di antara
cara efektif untuk membuka kembali hubungan yang telah terputus adalah dengan
mengucapkan salam sebagai tanda dibukanya kembali hubungan kekerabata. Ini
bukan bahwa orang yang memulai salam berarti telah kalah tetapi ia telah
melakukan perbuatan sangat mulia dan terpuji di sisi Allah SWT.
Bahaya memutuskan silaturrahim
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي
الله عنه قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه
وسلم : لاَ يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ
قَاطِعٌ (مُتَّفَقٌعَلَيْهِ)
Dari
Jubair bin Muth’im ra. Ia berkata : bersabda Rasulullah saw. : “Tidak akan
masuk surga orang yang memutuskan hubungan”. (Mutafaqun ‘alaih)
0rang yang memutuskan silaturahmi adalah orang yang dilaknat
oleh Allah. Dosa yang dipercepat oleh Allah untuk diberi siksa di dunia dan
akhirat adalah memutuskan silaturahmi (selain berbuat zalim). 0rang yang
memutuskan silaturahmi doanya tidak dikabulkan oleh Allah. 0rang yang
memutuskan silaturahmi tidak akan masuk surga. Bila dalam suatu kaum terdapat
orang yang memutus silaturahmi, maka kaum itu tidak akan mendapat rahmat dari
Allah.
Allah berfirman:
“Maka apakah kiranya
jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan
hubungan kekeluargaan Mereka itulah
orang-orang yang dila'nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya
penglihatan mereka" (QS. Muhammad :22-23)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
artinya :"Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada
Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi melainkan Allah
akan beri padanya tiga hal: Allah akan segera mengabulkan do’anya, Allah akan
menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan Allah akan menghindarkan darinya
kejelekan yang semisal." Para sahabat lantas mengatakan, "Kalau
begitu kami akan memperbanyak berdo’a." Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
lantas berkata," Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do'a-do'a
kalian"." (HR. Ahmad)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
artinya : "Tidak ada dosa yang Allah swt lebih percepat
siksaan kepada pelakunya di dunia, serta yang tersimpan untuknya di akhirat
selain perbuatan zalim dan memutuskan tali silaturahmi" (HR Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Artinya : "Rahmat tidak akan turun kepada kaum yang padanya terdapat orang yang memutuskan
tali silaturahmi (HR Muslim).
3. Larangan memutuskan silaturrahim
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ رضي
الله عنه أَنَّ رَسُولَ
اَللَّهِ صلى
الله عليه وسلم قَالَ:
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ
يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ
لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ, فَيُعْرِضُ هَذَا, وَيُعْرِضُ هَذَا,
وَخَيْرُهُمَا اَلَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلاَمِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Dari Abu
Ayub ra. Sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda : “tidak di halalkan bagi
seorang muslim memusuhi saudaranya lebih dari tiga hari, sehingga jika bertemu
saling berpaling muka, dan sebaik-baik keduanya adalah yang mendahului memberi
salam”. (Mutafaqqun ‘alaih)
Islam menganjurkan untuk menyambung hubungan dan bersatu
serta mengharamkan pemutusan hubungan, saling menjauhi, dan semua perkara yang
menyebabkan lahirnya perpecahan. Karenanya Islam menganjurkan untuk menyambung
silaturahim dan memperingatkan agar jangan sampai ada seorang muslim yang
memutuskannya. Dan Nabi shalllallahu alaihi wasallam mengabarkan bahwa bukanlah
dikatakan menyambung silaturahmi ketika seorang membalas kebaikan orang yang
berbuat kebaikan kepadanya, yakni menyambung hubungan dengan orang yang senang
kepadanya. Akan tetapi yang menjadi hakikat menyambung silaturahmi adalah
ketika dia membalas kebaikan orang yang berbuat jelek kepadanya atau menyambung
hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan dengannya.
Nabi shallallahu alaihi wasallam mengabarkan bahwa balasan
disesuaikan dengan jenis amalan. Karenanya, barangsiapa yang menyambung
hubungan silaturahminya maka Allah juga akan menyambung hubungan dengannya, dan
di antara bentuk Allah menyambungnya adalah Allah akan menambah rezekinya,
menambah umurnya, dan senantiasa memberikan pertolongan kepadanya.
Sebaliknya, siapa saja yang memutuskan hubungan
silaturahimnya maka Allah juga akan memutuskan hubungan dengannya. Dan ketika
Allah sudah memutuskan hubungan dengannya maka Allah tidak akan perduli lagi
dengannya, Allah akan menjadikannya buta dan tuli, dan menimpakan laknat
kepadanya. Dan siapa yang mendapatkan laknat maka sungguh dia telah dijauhkan
dari kebaikan dan rahmat Allah Ta’ala yang Maha Luas.
Dampak yang ditimbulkan bila silaturahim diantara kita
putus, sangatlah besar, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Di antaranya
adalah sebagai berikut :
1. Segala amalnya
tidak berguna dan tidak berpahala. Walaupun kita telah beribadah dengan penuh
keikhlasan, siang dan malam, tetapi bila kita masih memutus tali silaturahim
dan menyakiti hati orang-orang Islam yang lain, maka amalannya tidak ada
artinya di sisi Allah SWT.
2. Amalan
shalatnya tidak berpahala. Sabda Rasulullah SAW : "Terdapat 5 (lima) macam
orang yang shalatnya tidak berpahala, yaitu : isteri yang dimurkai suami karena
menjengkelkannya, budak yang melarikan diri, orang yang mendemdam saudaranya
melebihi 3 hari, peminum khamar dan imam shalat yang tidak disenangi
makmumnya."
3. Rumahnya tidak
dimasuki malaikat rahmat. Sabda Rasulullah SAW : "Sesungguhnya malaikat
tidak akan turun kepada kaum yang didalamnya ada orang yang memutuskan
silaturahmi."
4. Orang yang
memutuskan tali silaturahmi diharamkan masuk surga. Sabda Rasulullah SAW :
" Terdapat 3 (tiga) orang yang tidak akan masuk surga, yaitu : orang yang
suka minum khamar, orang yang memutuskan tali silaturahmi dan orang yang
membenarkan perbuatan sihir."
Hubungan di antara cinta dan persaudaraan adalah hubungan
yang sangat kuat. Maka setiap orang yang dipertalikan oleh Allah di antara
engkau dan dia dengan hubungan persaudaraan, niscaya ia mendapat hak untuk
saling mencintai karena Allah. Dan setiap orang yang bergaul denganmu dengan
kecintaan iman, niscaya ia berhak mendapatkan hak persaudaraan Islam.
Dalam
larangan tentang sebagian gambaran perbuatan jahat terhadap muslim atau perintah sebagian gambaran kehidupan
bersama, tolong menolong, dan saling berkasih sayang, Rasulullah melengkapi pengarahan beliau dengan sabdanya:
وَكُوْنُوْا
عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا
"Dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara”.
(HR. al-Bukhari, Abu Daud, at-Tirmidzi, Malik)
Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan pengertian persaudaraan
yang dimaksudkan dalam hadits tersebut dengan ucapannya : “Berusahalah agar
kamu menjadi seperti saudara senasab dalam kasih sayang, tolong menolong,
saling membantu, dan memberi nasehat”. (Dikutip dari hasyiyah al-Muwaththa`,
ta'liq Muhammad Fu`ad Abdul Baqi hal. 908, kitab Husnul Khuluq no. 15)
Dan standar pemahaman ukhuwah (persaudaraan) dan yang tidak
sempurna iman kecuali dengannya adalah
yang dijelaskan oleh Rasulullah dengan
sabdanya:
وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ, لاَيُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ
ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
"Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, seorang
hamba tidak beriman (yang sempurna) sehingga ia mencintai untuk saudaranya
sesuatu yang ia mencintai untuk dirinya sendiri dari kebaikan”. (Shahih
al-Jami' no.7085)
Al-Karmani memberikan komentar dengan katanya, : “Dan
termasuk iman pula, bahwa ia membenci untuk saudaranya keburukan yang
dibencinya untuk dirinya, dan beliau tidak menyebutkannya, karena mencintai
sesuatu memberikan konsekuensi membenci lawannya, lalu beliau tidak menyebutkan hal itu karena sudah
cukup”. (Fath al-Bari 1/58. saat mensyarahkan hadits ke 13 dari kitab al-Iman
bab ke-tujuh)
An-Nawawi
rahimahullah mendefinisikan mahabbah bahwa ia adalah kecenderungan kepada
sesuatu yang sesuai orang yang mencintai (Fath al-Bari 1/58). Dan Ibnu Hajar
rahimahullah menambahkan : “Maksud kecenderungan di sini adalah ikhtiyari (yang
diusahakan), bukan alami, dan mahabbah adalah keinginan apa yang diyakininya
sebagai kebaikan”. (Fath al-Bari 1/58)
Dan keinginan atas mahabbah dan persaudaraan, mendorong
seseorang seperti Abu Hurairah untuk mendapat
doa dari Rasulullah untuk dirinya dan
ibunya dengan mahabbah yang beredar bersama orang-orang yang beriman, maka
Rasulullah mendoakan untuknya:
اَللّهُمَّ
حَبِّبْ عُبَيْدَكَ هذَا وَأُمَّهُ إِلَى
عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِيْنَ, وَحَبِّبْ إِلَيْهِمْ الْمُؤْمِنِيْنَ...
"Ya Allah, cintakanlah hamba-Mu ini dan ibunya kepada
hamba-hamba-Mu yang beriman, dan cintakanlah kepada mereka orang-orang yang
beriman". (Shahih Muslim, kitab keutamaan para sahabat, bab 35, hadits no.
158)
Dan dasar dalam cinta dan benci bahwa ia
adalah untuk sesuatu yang dicintai Allah atau dibenci-Nya. Allah mencintai
(menyukai) orang-orang yang bertaubat dan bersuci, orang-orang yang berbuat
baik dan bertaqwa, orang-orang yang sabar dan bertawakkal, orang-orang yang
berbuat adil, dan orang-orang yang berjuang di jalan-Nya secara berbaris, dan
tidak menyukai orang-orang zhalim, melewati batas, israf (berlebih-lebihan),
berbuat kerusakan, berkhianat, dan orang-orang yang sombong.
Sebagaimana
dasar dalam cinta bahwa ia berlaku umum untuk semua orang-orang yang beriman,
bervariasi mengikuti keshalihan mereka. Maka kita tidak bisa menegakkan
permusuhan bagi orang yang terjatuh dalam perbuatan maksiat yang dia telah
bertaubat darinya, atau telah dilaksanakan hukuman had padanya, dan sekalipun
ia berbuat maksiat, ia tetap dalam lingkungan Islam. Rasulullah melarang mencela sahabat yang dilaksanakan
hukuman cambuk beberapa kali karena meminum arak, beliau bersabda:
لاَ تَلْعَنُوْهُ فَوَاللهِ, مَا عَلِمْتُ أَنَّهُ
يُحِبُّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ
"Janganlah kamu mengutuknya, demi Allah, aku tidak
mengetahui, sesungguhnya ia mencintai Allah dan Rasul-Nya”. (Shahih al-Bukhari,
kitab al-Hudud, bab ke-lima, hadits no. 6780)
Ibnu Hajar rahimahullah mengambil kesimpulan dari hadits
tersebut : Bahwa tidak ada kontradiksi di antara melakukan yang dilarang dan
tetapnya rasa cinta kepada Allah dan rasul-Nya di dalam hati pelaku. Dan
sesungguhnya orang yang berulang kali melakukan maksiat, rasa cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya tidak dicabut darinya. (Fath al-Bari 12/78, Syarh hadits
6780)
Dalam
hadits yang lain, sebagian sahabat berdo’a atas orang yang mabuk agar Allah
menghinakannya, maka Nabi bersabda
dengan rasa cinta dan persaudaraan:
لاَ تَكُوْنُوْا عَوْنَ الشَّيْطَانِ عَلَى
أَخِيْكُمْ
"Janganlah kamu menjadi pembantu syetan atas
saudaramu”. (Shahih al-Bukhari, Kitab al-Hudud, bab ke-Lima, no. 6781)
Agar memalingkan pandangan mereka untuk memohonkan ampunan
baginya dan memberikan nasehat kepadanya, sebagai pengganti mendo’akan celaka
atasnya yang membuat syetan menjadi senang dan bertambah kuat.
Dalam
sebuat atsar disebutkan: sesungguhnya Abu ad-Darda` melewati seorang laki-laki
yang telah melakukan dosa, maka mereka mencelanya, maka ia berkata : “Bagaimana
pendapatnya jika kamu menemukannya di dalam lobang, apakah kamu
mengeluarkannya?”. Mereka menjawab : “Tentu”. Ia berkata : “Maka janganlah kamu
mencela saudaramu, dan pujilah Allah yang telah menyelamatmu (dari perbuatan
dosa itu)”. Mereka bertanya : “Apakah engkau tidak membencinya?”. Ia menjawab :
“Sesungguhnya aku membenci perbuatannya. Maka apabila ia telah meninggalkannya,
maka ia adalah saudaraku”. (Tetang kehidupan sahabat 3/413)
Sudah berapa
banyak ikat persaudaraan yang terputus. Berapa banyak hati yang ditikam
permusuhan dan kebencian karena ijtihad yang salah. Padahal persoalannya luas
untuk menjaga kasih sayang dan persaudaraan bersama orang yang terjerumus dalam
perbuatan maksiat. Maka bagaimana dengan saudara-saudara yang terpeleset dalam
pendapat atau tergelincir dalam ijtihad? Karena sumber persaudaraan dan cinta
masih tetap ada, yaitu memuliakan aqidah iman yang dibawanya dan kalimah tauhid
yang mengajak kepadanya.
Sesungguhnya
Allah menjadikan cinta dan benci karena Allah sebagai ikatan Islam yang paling
kuat. Dan dalam satu riwayat:
أَوْثَقُ
عُرَى اْلإِيْمَانِ: اَلْمُوَالاَةُ فِى اللهِ وَالْمُعَادَاةُ
فِى اللهِ, وَالْحُبُّ فِى
اللهِ وَاْلبُغْضُ فِى اللهِ عَزَّ
وَجَلَّ.
"Ikatan iman yang paling kuat adalah: loyalitas karena
Allah dan saling memusuhi karena Allah, cinta karena Allah dan benci karena
Allah”. (Shahih al-Jami' 2539)
Sesungguhnya iman tidak sempurna kecuali dengan kebenaran perasaan ini
dan mengikhlaskan ikatan ini:
مَنْ أَحَبَّ فِى اللهِ
وَأَبْغَضَ فِى اللهِ وَأَعْطَى
ِللهِ وَمَنَعَ ِللهِ فَقَدْ اسْتَكْمَلَ
اْلإِبْمَانَ
"Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci
karena Allah, memberi karena Allah, dan tidak memberi karena Allah, berarti ia
telah menyempurnakan iman”. (Shahih al-Jami' no 5965)
Dan
barangsiapa yang ingin merasakan kenikmatan mujahadah terhadap syetan dan
manisnya bersih dari hawa nafsu serta keagungan sikap loyalitas kepada Allah,
Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, maka inilah jalannya :
ثَلاَثٌ
مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ
حَلاَوَةَ اْلإِيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ اللهُ
وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا
سِوَاهُمَا, وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ
لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ ِللهِ, وَأَنْ
يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِى
الْكُفْرِ –بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ
اللهُ مِنْهُ- كَمَا يَكْرَهُ
أَنْ يُنْقَذَ فِى النَّارِ
"Ada tiga perkara, barangsiapa yang ada padanya,
niscaya ia mendapatkan manisnya iman: bahwa Allah dan rasul-Nya lebih dicintai
kepadanya dari pada selain keduanya, bahwa ia mencintai seseorang, ia tidak
mencintainya kecuali karena Allah, dan bahwa ia benci kembali dalam kekafiran
–setelah Allah menyelamatkannya darinya- sebagaimana ia benci dijermuskan di
neraka”. (HR. al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa`I (Jami' al-Ushul 1/237
no.20)
Dan Rasulullah
menjadikan kelebihan di antara dua orang yang bersaudara yang saling
mencintai, dengan sejauh kecintaan setiap orang dari keduanya terhadap
saudaranya:
مَا تَحَابَّ اثْنَانِ فِى اللهِ تَعَالَى
إِلاَّ كَانَ أَفْضَلُهُمَا أَشَدّهُمَا
حُبًّا لِصَاحِبِهِ.
"Tidak saling mencintai di antara dua orang karena
Allah, melainkan yang paling utama di antara keduanya adalah yang paling
mencintai terhadap saudaranya”. (Shahih al-Jami' no. 5594)
Dan jika pada suatu hari syetan menyusup di antara keduanya,
maka hendaklah keduanya melakukan introfeksi terhadap hatinya masing-masing,
berdasarkan sabda Nabi :
مَا تَوَادَّ اثْنَانِ فِى اللهِ فَيُفَرَّقُ
بَيْنَهُمَا إِلاّ بِذَنْبٍ يُحْدِثُهُ
أَحَدُهُمَا
"Tidaklah dua orang saling mencintai karena Allah, lalu
dipisahkan di antara keduanya, melainkan karena dosa yang dilakukan salah
seorang dari keduanya”. (Shahih al-Jami' no. 5603)
Dan untuk
mendorong cinta kepada Allah, Dia memberi kabar gembira dengan memuliakan
mereka saat huru hara di hari kiamat dan hisab, dengan memberikan naungan
kepada mereka di bawah naungan arsy, dan termasuk tujuh golongan yang diberikan
keistimewaan dengan keutamaan ini, seperti yang tersebut dalam hadits:
... وَرَجُلاَنِ
تَحَابَّا فِى اللهِ, فَاجْتَمَعَا
عَلَيْهِ وَافْتَرَقَا عَلَيْهِ...
"… dan dua orang yang saling mencintai karena Allah,
maka keduanya berkumpul atas hal itu dan berpisah karenanya…”. (HR. al-Bukhari,
Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa`i, dan Malik (Jami' al-Ushul 9/564. no. 7317)
Dan supaya
masyarakat muslim saling tolong menolong di atas kebaikan dan menanam
nilai-nilai kebajikan, banyak sekali hadits-hadits yang mendorong agar
memberitahukan saudara yang mempunyai kedudukan khusus dalam dirinya, dan cinta
yang berbeda di atas persaudaraan secara umum bagi semua orang-orang yang
beriman –bahwa engkau mencintainya, di antara hal itu adalah sabda Rasulullah :
إِذَا أَحَبَّ أَحَدُكُمْ صَاحِبَهُ
فَلْيَأْتِهِ فِى مَنْزِلِهِ فَلْيُخْبِرْهُ
أَنَّهُ يُحِبُّهُ ِللهِ.
"Apabila salah seorang darimu mencintai saudaranya,
maka hendaklah ia mendatanginya di rumahnya, lalu mengabarkan kepadanya bahwa
sesungguhnya ia mencintainya karena Allah“. (Shahih al-Jami' no. 281)
Dan di
antara kebenaran persaudaraan dan murninya rasa cinta, bahwa engkau menghitung
seperti perhitungan saudaramu dalam menarik manfaat untuk dirimu atau menolak
bahaya darimu. Dan dalam wasiat Rasulullah
kepada Abu Hurairah :
وَأَحِبَّ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُؤْمِنِيْنَ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ
وَأَهْلِ بَيْتِكَ وَأَكْرِهْ لَهُمْ مَا تَكْرَهُ
لِنَفْسِكَ وَأَهْلِ بَيْتِكَ, تَكُنْ مُؤْمِنًا ...
"Dan cintailah untuk kaum muslimin dan mukminin apa
saja yang engkau cintai untuk dirimu dan keluargamu, dan bencilah untuk mereka
apa-apa yang engkau benci untuk dirimu dan keluargamu, niscaya engkau menjadi
beriman…". (Shahih al-Jami' no.
7833)
Dan
diantara cara mengungkapkan kebenaran rasa persaudaraan dan hakekat kasih
sayang, sesuatu yang engkau berikan untuk saudaramu berupa do’a-do’a yang baik,
di tempat ia tidak mendengar dan tidak melihatmu. Di tempat yang tidak ada
campuran perasaan riya dan berpura-pura, seperti dalam sabda Nabi :
دَعْوَةُ
الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ, عِنْدَ
رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ. كُلَّمَا
دَعَا ِلأَخِيْهِ بِخَيْرٍ قَالَ اْلمَلَكُ الْمُوَكَّلُ
بِهِ: آمِيْنَ وَلَكَ مِثْل.
"Doa seorang muslim untuk saudaranya dari belakang
dikabulkan. Di sisi kepalanya ada malaikat yang ditugaskan, setiap kali ia
berdoa untuk saudaranya dengan kebaikan, malaikat yang ditugaskan dengannya
berkata: Amin, dan untukmu semisalnya”. (Shahih Muslim, kitab Zikr, bab 23,
hadits no. 88)
An-Nawawi rahimahullah berkata : “Sebagian salafus shalih,
apabila ingin berdoa untuk dirinya, ia berdoa untuk saudaranya yang muslim
dengan doa tersebut, karena doa itu dikabulkan dan ia memperoleh hal serupa
untuk dirinya sendiri”.
Dan untuk
persaudaraan, ada hak-haknya di dunia, berupa mendoakan yang bersin (apabila
membaca hamdalah), mengunjungi yang sakit, memenuhi undangan, memberikan penghormatan,
dan mengiringi jenazah.
Sebagaimana syari'at mengharamkan saling tidak bertegur sapa lebih dari
tiga hari, dan tidak diangkat amal keduanya sampai keduanya berdamai, dan Allah
tidak menjadikan ikatan persaudaraan bagi orang-orang beriman selain
persaudaraan Islam. Dan Nabi telah
memberikan isyarat bahwa jikalau ia menjadikan untuk dirinya seorang kekasih,
niscaya ia adalah Abu Bakar , akan tetapi
beliau lebih mengutamakan persaudaraan
Islam. Maka beliau bersabda:
وَلكِنْ
أُخُوَّةُ اْلإِسْلاَمِ أَفْضَلُ
"Akan tetapi persaudaraan Islam lebih utama”. (Dari
beberapa riwayat al-Bukhari (Jami' al-Ushul 8/589 no. 6408)
Apakah kita lebih mengutamakan fanatisme jahiliyah di atas
persaudaraan Islam?
Ikatan
persaudaraan ini tetap berlangsung hingga ke negeri akhirat, di mana sebagian
penghuni surga tidak melihat saudara mereka yang bersama mereka semasa di
dunia. Maka mereka bertanya kepada Rabb tentang saudara-saudara mereka.
Nabi menggambarkan keadaan tersebut
dengan sabdanya:
فَمَا مُجَادَلَةُ أَحَدِكُمْ لِصَاحِبِهِ فِى الْحَقِّ يَكُوْنُ
لَهُ فِى الدُّنْيَا أَشَدَّ
مُجَادَلَةً مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ لِرَبِّهِمْ
فِى إِخْوَانِهِمِ الَّذِيْنَ أُدْخِلُوْا النَّارَ. قاَلَ: يَقُوْلُوْنَ: رَبَّنَا!
إِخْوَانُنَا كَانُوا يُصَلُّوْنَ مَعَنَا
وَيَصُوْمُوْنَ مَعَنَا وَيَحُجُّوْنَ مَعَنَا
فَأَدْخَلْتَهُمُ النَّارَ. فَقَالَ: اذْهَبُوْا فَأَخْرِجُوْا مَنْ عَرَفْتَهُمْ مِنْهُمْ...
"Tidak ada perdebatan seseorang kamu bagi sahabatnya
dalam kebenaran yang ada di dunia yang lebih kuat dari pada perdebatan
orang-orang beriman kepada Rabb mereka tentang saudara-saudara mereka yang
dimasukkan ke dalam neraka. Dia berfirman : 'Mereka berkata, 'Rabb kami,
saudara-saudara mereka shalat bersama kami, puasa bersama kami, berhaji bersama
kami, lalu Engkau masukkan mereka ke dalam neraka.' Maka Dia berfirman,
'Pergilah, lalu keluarkanlah orang yang kamu kenal dari mereka…". (Shahih
Sunan Ibnu Majah karya Syaikh al-Albani, al-Muqaddimah, bab ke-9, hadits no.
51)
Lalu
mereka mengeluarkan mereka (orang beriman yang berada di dalam neraka).
Kemudian Dia memberi ijin bagi mereka, maka mereka mengeluarkan orang yang di
hatinya ada iman seberat biji sawi. Sesungguhnya persaudaraan yang memiliki
kedudukan seperti ini di sisi Allah, dan sesungguhnya kecintaan yang mempunyai
keutamaan seperti itu di dunia dan akhirat sudah seharusnya ditekuni,
disempurnakan hak-haknya, dan meminta tambahan darinya :
يَقُولُونَ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا
الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ
لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
"Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara
kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang". (QS.
Al-Hasyr:10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar